Translate

Senin, 27 Juni 2011

Sahabat Abadi

Tepat pukul 06.15 saat hari masih pagi, suasana kota sudah hiruk pikuk dan macet. Jalanan dipenuhi kendaraan-kendaraan yang lalu lalang, siswa-siswi yang akan berangkat ke sekolah, para pegawai yang akan pergi bekerja, maupun para pejalan kaki dan para pedagang kaki lima yang sibuk menjajakan barang dagangannya. Tak heran, udara pagi yang seharusnya segar malah bercampur dengan bau asap kendaraan dan suara bising di tengah kemacetan.
Pagi itu suasana SMPN 2 Tunas Bintang sudah ramai dipenuhi siswa-siswi dan mobil-mobil mewah berjejer di depan sekolah. Para siswa, guru-guru, orang tua murid dan staf pegawai telah memadati gerbang depan sekolah. Tampak dari kejauhan, seorang siswa laki-laki berkacamata memasuki gedung sekolah yang berlantai empat itu. Langkahnya perlahan, matanya serius memandangi setiap sudut sekolah hingga akhirnya ia tiba di depan kelas yang ia cari-cari. Kelas VIII 2. Suasana kelas nampak sangat gaduh, siswa-siswi bermain, berlari kesana kemari, melempar kertas-kertas, bernyanyi, berteriak histeris bahkan ada yang menaiki meja dan meloncat-loncat. Ia memasuki kelas dengan langkah tenang kemudian mencari bangku yang kosong. Pandangannya tertuju pada sebuah bangku kosong paling belakang dan ia segera duduk disana sembari menaruh tasnya. Siswa-siswi yang tadinya asyik bermain tiba-tiba terdiam memandang anak laki-laki yang baru datang itu, para siswa saling berbisik satu sama lain memandangi anak itu dengan sinis. Salah satu siswa berkata,
“Eh, ada anak baru tuh !!!”. kemudian salah satu siwa lain bertanya, “Anak mana loe ?” Anak itu hanya diam membisu.
“Ditanya kok malah diem sih? Loe budek ya?!” Belum sempat menjawab, bel masuk kelas telah berbunyi. Seluruh siswa masuk kelas dan duduk di bangkunya masing-masing. Kemudian datanglah wali kelas VIII 2 memasuki ruangan itu dan duduk di kursinya lalu memanggil murid baru itu. “Anak-anak, apa kalian sudah berkenalan dengan anak ini ? Mulai hari ini ia akan menjadi salah satu teman kalian di kelas VIII 2 ! Silahkan perkenalkan dirimu.” Ujar wanita berambut ikal itu.
“Nama saya Wisnu Mahardika, saya pindahan dari SMPN 3 Suratmaja.” Ujarnya singkat. Wali kelasnya pun mempersilahkan untuk kembali duduk di bangkunya. Ketika ia menuju bangkunya, para murid memandangi dengan dengki dan berbisik bisik membicarakannya.
“Culun banget tu anak kampung, blagu, budek lagi….issss…” Bisik seorang siswi yang duduk di depan Wisnu. Siswi yang duduk disebelahnya menyahut, “Iya, Sis. Benci gue ama anak kampug plus culun itu, yaaiiksss!!!”
Ternyata Wisnu mendengar semua percakapan mereka yang membicarakannya, namun Wisnu tetap cuek dan tak peduli. Semenjak Wisnu bersekolah disana, ia selalu dianggap remeh oleh teman-teman sekelasnya. Tapi ada salah satu dari mereka yang simpati dan prihatin dengan keadaan Wisnu semenjak masuk di sekolah itu. Ia adalah seorang siswa yang dikenal ramah di kelas VIII 2. Ia bernama Andika. Ia tahu bahwa Wisnu adalah anak yang pintar dan memiliki bakat dalam bidang menulis. Ini terbukti saat di kelas mereka diberi tugas mengarang sebuah cerpen. Dan ternyata, karangan Wisnulah yang terbaik diantara karangan-karangan lainnya. Suatu ketika saat jam istirahat, diam-diam Andika mengikuti Wisnu yang selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul dengan teman-teman yang lainnya. Wisnu berhenti di bawah pohon rindang di sudut belakang sekolah. Ia duduk di bawah pohon itu dan membuka buku catatannya, ia membaca tiap halaman yang berisi tulisan tangannya. Andika menghampirinya dan berkata, “Hay ! (sembari duduk di sebelah Wisnu) Kok sendirian ?”
Wisnu diam tanpa kata dan tetap membaca.
“Kamu suka ya tempat kayak gini? Hmm….sebenarnya aku juga suka sih, tapi aku nggak pernah berpikir untuk datang kesini, selama satu tahun aku sekolah disini, aku baru tau ada tempat sehening dan sesejuk ini” Ujarnya sambil menatap keatas, menatap langit biru berselimut awan putih. Tapi, Wisnu acuh tak acuh dan tidak menghiraukannya.
“Mmmm….Oh iya, kita belum kenalan ya, namaku Andika!” Sambil mengulurkan tanganya kepada Wisnu. Akhirnya, Wisnu menoleh dan menjabat tangan Andika. Andika tersenyum, lalu berkata
“Aku gak pernah ngeliat kamu bergaul sama anak- anak lain. Kenapa sih kamu diem aja kalo mereka ngomongin kamu, kalo aku jadi kamu, aku gak akan tinggal diam.”
“Bukan urusanmu !” Sahutnya ketus kemudian terdiam lagi.
Andika mengerutkan dahinya kemudian menjawab,”Baru kali ini aku denger kamu ngomong sama orang lain. Tapi, kok kamu sinis banget?Aku cuma pengen bertemen sama kamu. Tapi, kalo kata-kataku tadi nyinggung kamu, sorry aja deh, kita kan baru kenalan.”
Wisnu pun berdiri dan meninggalkan Andika sendirian. Andika menggeleng heran. “Ckckck… Heran !!! Ada aja orang kayak gitu !!!” Ia tetap diam disana menikmati semilir angin sejuk sambil memejamkan mata merasakan damainya tempat itu. Sesekali, Wisnu menoleh sedikit ke arah Andika.

**

Suatu hari, saat Wisnu sedang berjalan kaki melewati gapura perumahan Giri Nuansa dalam perjalanan menuju sekolah, seseorang yang mengendarai sepeda motor Satria F tiba-tiba berhenti di depannya. Orang itu melepaskan helmnya dan melempar senyuman kepada Wisnu. “Ternyata rumahmu di deket sini ya ? Gang apa ? Kita satu perumahan dong !”. Wisnu yang langkahnya tadi terhenti, kembali melanjutkan langkahnya dan mengacuhkan Andika.
“ Eiiiits! Mau kemana?” Tanya Andika sambil menahan pundak Wisnu.
“Ayo bareng ikut aku, tujuan kita kan sama!” Ajak Andika.
“ Nggak usah! Makasih! Sama-sama”
“Eiiik??kok kamu yang bilang sama-sama nya? harusnya kan aku?” Tanya Andika kebingungan.
“Biar singkat padat dan jelas” Jawabnya. Kemudian ia berlari melesat kencang. Andika menghidupkan mesin motornya kembali, dan mengejar Wisnu…
“Wisnu! Jangan lari…(mencegat Wisnu), Wisnu tolong dengerin aku dulu, aku minta maaf soal kemaren, maaf banget kalo aku nyingung perasaan kamu, tolong jangan tolak ajakan aku.”
Wisnu tetap berlari, berlari dan terus berlari,. Namun, Andika tetap terus mengejar Wisnu, hingga akhirnya Wisnu berhenti dan berkata,“Sekarang aku balik minta tolong sama kamu. Jangan ganggu aku, kalo kamu mau aku maafin, tolong biarin aku jalan, dan tinggalin aku, nggak usah ngajak aku bareng berangkat sama kamu. NGERTI?!!!!”
Andika tercegang dan diam terpaku, ia semakin merasa bersalah kepada Wisnu, ia pun akhirnya meninggalkan Wisnu sambil sesekali menoleh Wisnu. Sebenarnya Andika sangat kesal terhadap sikap Wisnu kepadanya, tapi ia tetap berjuang dan pantang menyerah untuk bisa bersahabat dengan Wisnu. Wisnu kesal dan marah. Ia tetap sinis terhadap Andika.
Akhirnya Wisnu tiba di sekolah dan duduk di bangkunya, tiba-tiba, Siska, Rudi , Angel dan teman-teman segerombolannya menghampiri Wisnu yang tengah menulis.
“Eeeellleeehh…..sok rajin loe, dasar culun, tampang cupu, nggak pantes loe sekolah disini!” Ujar Siska sambil meenyenggol kepala Wisnu. Wisnu menoleh Siska dengan wajah marah dan kemudian kembali menulis.
“Oh …ternyata nantangin toh?! (sembari meremas kerah baju Wisnu dan mengepalkan tangannya) Ayo sini loe! Dasa lemot(kemudin menarik Wisnu dari kursinya)” Geram Rudi..Wisnu memejamkan matanya menahan takut.
“Ehhh anak kampung !!! jangan sok caper deh loe sama guru disisni, sepinter apapun loe, orang –orang disni ga bakal peduli ama loe! udah culun… kampungan… miskin…lagi!” sambung Angel dengan nada yang tinggi.
“Kalo loe emang murid hebat dan pinter disini, buktiin sekarang! Buatin nieh PR matematika gue, Rudi, and Angel! Dan pulang sekolah gue ambil nie PR! AWAS KALO NGGAK! Loe akan tau sendiri akibatnya” Ancam Siska. Angel pun melempar 4 buah buku tulis kepada Wisnu. Andika yang melihat kejadian itu kemudian menghampiri Wisnu dan menepuk pundaknya.
“Sob, gak usah denger atau peduliin suruhan mereka, diemin aja Tenang, ada aku disini.”
Wisnu hanya diam dan tetap tidak memperdulikan Andika, kemudian Andika pun pergi meninggalkan Wisnu karena tak dianggap. Wisnu duduk kembali sambil membuka dan menulis sesuatu kemudian dilanjutkan dengan senyuman sinis.

***

“Heh, sialan banget tuh si culun !!!! Bisa bisanya kita ketipu ama triknya dia !!!” Kata Rudi sambil mengepalkan tangannya.
“Tunggu aja pembalasan kita nanti… !!!” Sambung Siska sambil mengibaskan rambut panjangnya yang indah.
Andika menghampiri mereka, “Woii … Ada apa nih ? Kok kesel banget keliatannya ??”Ujar Andika bersandiwara. “Haii !!” Sahut Angel centil. “Itu tuh anak kampung culun udah ngerjain kita kita !! Kesel banget gue …”
Rudi, Siska dan Angel menceritakan semuanya pada Andika. Kemudian, ia pergi ke ruang guru agar bisa bertemu wali kelasnya. “Fiiuuhhh…. Untung aja hari ini Wisnu gak sekolah… Kalo dia sekolah pasti habis deh!” Gumam Andika. Sebenarnya, kemarin buku PR Siska, Rudi dan Angel itu sudah diberikan sepulang sekolah oleh Wisnu, akan tetapi karena kecerdikan Wisnu, ia membuatkan PR mereka dengan jawaban yang salah ditambah lagi dengan kata olok-olokan di bagian belakang buku PR mereka. Tok…Tok…Tok… Andika mengetuk pintu dan permisi untuk masuk ke dalam menemui Bu Sari wali kelasnya.
“Ada apa, Andika ?” Tanya wanita berkacamata itu pada Andika.
“Bu, bolehkah saya meminta data-data tentang Wisnu, murid baru di kelas ?” Kata Andika lembut.
“Untuk apa ?” Tanya Bu Sari mengerutkan dahinya. “Uh… Saya hanya ingin tahu saja, Bu !” Jawab Andika sambil menggigit bibirnya.
“Baiklah… Tunggu sebentar !” Kata Bu Sari sambil mengutak-atik arsip-arsip di laci mejanya. “Ini dia ! Silahkan cari apa yang ingin kamu ketahui. Jangan bawa ini ke kelas. Kamu boleh membacanya di Perpustakaan. Setelah itu, kembalikan lagi pada Ibu ya !” Menyerahkan Map bertuliskan ‘Wisnu Mahardika’. “Baiklah, Bu !” Kata Andika berpamitan kemudian lekas pergi ke perpustakaan. Sesampainya ia di perpustakaan, ia duduk di bangku panjang dari kayu yang berjejer disana. Dengan tak sabar, ia membaca semua hal tentang Wisnu. 10 menit kemudian, ia menutup map itu dengan ekspresi yang menandakan ia tercengang. Ia terdiam sesaat, lalu berjalan perlahan ke ruang guru. Ia pun mengembalikan map itu kepada Bu Sari. Teng… Teng… Teng… Tepat sekali, bel otomatis sekolah itu telah berbunyi nyaring hingga terdengar sampai ke sudut sekolah. Ini tandanya kegitan belajar dan mengajar akan segera dimulai. Sepanjang hari itu, Andika terdiam seibu bahasa. Teman-teman sekelasnya heran, jarang sekali diam seperti ini sebab ia termasuk anak yang ceria dan periang.

****

Seminggu kemudian, Wisnu yang telah izin selama beberapa hari terakhir akhirnya masuk sekolah kembali. “Heh, Culun ! Maksud loe apaan buatin kita PR yang salah waktu itu ? Hah ??!!” Bentak Siska dan Cs-nya yang telah menunggu kedatangan Wisnu. Wisnu menunduk dan mencoba menerobos mereka bertiga yang menghalang di depan pintu. Tanpa basa basi Rudi menonjok pipi Wisnu hingga kacamatanya terlepas jatuh ke lantai. Tetesan darah menyucur dari hidung dan sudut bibir Wisnu. Wisnu tetap saja diam dan menunduk. Andika yang melihat kejadian itu bergegas menolong Wisnu dan berkata, “Loe tega banget ya?!!! Parah banget iseng kalian ini… !!!” Delik Andika menatap mereka bertiga sambil menolong Wisnu berdiri. Rudi, Siska, Angel maupun teman-teman di kelas tercengang. “Sini aku bantu !!!” Kata Andika sambil merangkul pundak Wisnu. Namun, Wisnu melepas rangkulan Andika dan berlari seribu langkah ke UKS dengan wajah yang babak belur. Andika menyusulnya di belakang perlahan. Wisnu menaruh tasnya di atas meja lalu berjalan menuju wastafel membersihkan darah di wajahnya. Andika membuka pintu UKS dengan pelan. Lalu ia berkata, “Kenapa ? Kenapa sih kamu jadi orang kaku banget ?” Diam tak ada jawaban. Yang terdengar hanyalah gemercik air. “Aku udah tau semuanya … tentang kamu ! Semuanya …. ! ! !” Sambung Andika sembari berjalan mendekati Wisnu. Suasana hening, Andika menyodorkan sapu tangannya dan memberikan kacamata Wisnu yang tadi terjatuh di kelas yang pecah. Dengan cepat, Wisnu mengambil kacamatanya dan meninggalkan Andika di UKS seorang diri, dilanjutkan dengan gelengan kepala Andika. Ia tetap terdiam sendiri di ruang UKS meski bel masuk kelas telah berbunyi. Setibanya Wisnu di kelas, seluruh temannya memandangi Wisnu lekat-lekat termasuk Siska dan cs-nya. “Heh, gue gak nyangka Andika mau ngelidungin loe ! Seharusnya loe bersyukur mau ditolongin ama dia… Dasar anak kampung !!!”Desah perempuan yang bernama Cinta yang duduk di depan Wisnu. Wisnu terdiam dan tak berkata apapun, ia malah membuka buku Matematikanya yang tebal itu. Suasana kelas menjadi ramai lagi setelah mendengar behwa pada hari itu guru sedang rapat. Andika belum kembali ke kelasnya. Dan, Wisnu pergi ke sudut sekolah beharap mendapat ketenangan disana. Tapi, ternyata disana sudah ada Andika yang berbaring di atas rerumputan hijau di bawah pohon waru yang sejuk itu. Wisnu berjalan mendekati Andika dan duduk di sebelahnya. “Jangan ganggu aku lagi ! Aku tak butuh siapapun …” Kata Wisnu tanpa menoleh sedikit pun ke arah Andika. “Maksudmu ??” jawab Andika melirik Wisnu. Nampaknya Wisnu enggan untuk mengulang perkataanya kembali. Saat ia beranjak bangun dari tempat duduknya, Andika mencegahnya, “Eiitt…. Mau kemana ? Santai aja !! Jangan pegi, Aku tau kamu suka tempat ini. Anggap aja aku nggak ada !” Kata Andika sambil menarik baju Wisnu. Ia pun kembali duduk. “Kamu gak perlu malu hanya karena kamu anak panti. Aku malah salut sama kamu. Walaupun kamu anak panti, kamu termasuk siswa berprestasi di sekolah ini. Wisnu, aku harap kamu mau jadi temanku.” Ujar Andika sambil mengulurkan kelingkingnya ke hadapannya sembari tersenyum. Wisnu kemudian menoleh Andika, kini tatapannya berbeda dari biasanya, mata sipitnya berkaca-kaca. Butir-butir air mata mulai membasahi pelupuk mata, hatinya tersentuh dan ia menangis dalam haru. Andika yang tadinya berbaring, beranjak dan tersenyum
“Hey, kenapa kamu nangis ? Malu dong masak cowok nangis …? Ini,(memberikan sapu tanganna kepada Wisnu). Usap air matamu gih!”. Wisnu meraih sapu tangan itu, kemudian menyeka air matanya.
Wisnu angkat bicara, “Makasih, tadi pagi kamu udah nolongin aku.”
“Itulah gunanya teman, sekarang kamu mau kan jadi temanku ?” Sahut Andika sambil mengulurkan jari kelingkingnya lagi. Wisnu membalas uluran itu dengan kelingkingnya dan diiringi dengan senyuman. Mereka kemudian tertawa dan sejak saat itulah mereka berdua bersahabat.

*****

Sang raja siang kini tepat diatas kepala. Siang itu siswa-siswi SMPN 2 Tunas Bintang sudah keluar dari sekolah. Jalanan di depan sekolah sudah ramai dipenuhi murid-murid yang menyebabkan jalanan macet padat merayap. Seperti biasa, Wisnu berjalan kaki pulan ke panti asuhan. Di perngahan jalan, ia bertemu dengan Andika.
“Heyy… Mau ikut gak ? Kita kan satu arah !” Seru Andika. Wisnu hanya menggeleng, ia kembali melanjutkan langkahnya.
“ Ayolah! Kita kan udah temenan! Sekali aja! Kalo kamu nggak mau, kita nggak temenan lagi dah!” Pinta Andika. Wisnu kini tidak bisa menolak, akhirnya ia menerima ajakannya dan segera duduk di jok motor Andika. Andika tersenyum, dan menancap gasnya. Tak lama kemudian mereka tiba di depan rumah bercat putih yang bertuliskan ‘Yayasan Mentari Kasih’. Kedatangan mereka telah disambut ramah oleh anak-anak panti yang sedang bermain bersama di teras depan.
“Kak Wisnu pulaannnggg !!!!” Seru mereka gembira. Wisnu turun dari motor Satria F merah dan ia mengajak Andika masuk ke dalam panti tersebut.
“Sorry ya, tempatnya mungkin ngga begitu nyaman bagimu.” Ucap Wisnu.
“Apa kamu bilang ? Nggak nyaman ? Ih, aku malah seneng disini, anak-anak disini ramah.” Sahut Andika sambil tertawa. Mereka berdua duduk di teras rumah itu ditemani anak-anak panti yang penasaran ingin berkenalan dengan Andika. Tiba-tiba salah satu Ibu pengasuh panti datang sambil membawa nampan yang berisi segelas teh hangat dan sepiring kecil biskuit cokelat.
“Wah, maaf ya, Dik! Hanya ini saja yang dapat Ibu berikan…” Kata Ibu pengasuh bertubuh gemuk itu sembari menaruh nampan di atas meja.
“Oh…Ya, nggak apa-apa, Bu ! Ini malah sudah lebih dari cukup bagi saya. Makasih banyak, Bu !” Jawab Andika. Dan, semenjak saat itulah Andika sering berkunjung ke rumah panti itu utuk belajar bersama Wisnu maupun berkenalan dengan anak-anak panti disana.
Pada suatu hari, guru bahasa Indonesia di kelas Wisnu memberi tugas membuat karangan bebas kepada siswa-siswi kelas VIII 2. Dan, setelah dinilai oleh gurunya, karangan Wisnulah yang terbaik diantara karangan teman-temannya yang lain. Guru Bahasa Indonesia itu menunjuk Wisnu untuk mengikuti Lomba Mengarang Tingkat Kabupaten di Ibukota.
“Selamat ya, Wis ! Semoga kamu menang. Terus berjuang, pantang mundur. Nama baik sekolah kita sekarang ada di tanganmu.” Ujar Andika memberi semangat.
“Cuuiihh… Mana mungkin anak kampung itu menang, kebetulan aja tulisannya dia paling bagus di kelas ini.”Celetuk Angel.
“Jangan sembarangan loe ngomong, jaga tuh mulut. Kita liat aja nanti !” Bela Andika.
D
ua minggu kemudian, kompetisi lomba mengarang diikuti oleh Wisnu di Ibukota. Dan, setelah pemenang diumumkan dua hari kemudian, ternyata Wisnu tidak memenangkan lomba tersebut. Ia nampak sedih dan sering murung, Siska dan cs-nya memanfaakan keadaan untuk meremehkan Wisnu di depan guru Bahasa Indonesia itu.
“Wuu… Dasar loe anak kampung ! Menangin Lomba gitu aja nggak bisa … Malu-maluin aja sih !” Ejek Siska di hadapan guru dan teman-teman sekelasnya.
“Iya nih ! Dasar nggak becus !!!” Lanjut Rudi yang duduk di pojok depan kelas. Semua teman-teman sekelasnya menyoraki Wisnu, kemudian Andika menyahut, “Kalian bisanya cuma ngomongin orang doang. Emang kalian bisa ?!!!”
“Sudah… Sudah…. Diam semua !!!” Bentak Guru Bahasa Indonesia sambil memukul mejanya. “Kekalahan bukan akhir dari segalanya ! Bulan depan akan ada Lomba Mengarang lagi, ini kesempatan besar untuk kamu, Wisnu. Kamu harus buktikan kalau kamu bisa.” Sambungnya lagi. Wisnu mengangguk pelan dan pelajaran kembali berlanjut.
Siang itu, Wisnu dan Andika berada di bawah pohon waru tempat tongkrongan biasa mereka. Wisnu sedang asyik menulis karangannya sementara Andika sibuk membaca komik favoritnya dengan headset yang menempel di kedua telinganya. Angin berhembus menembus rimbunan ranting pohon , mentari ikut memancarkan sinarnya melalui celah-celah dedaunan. Andika beranjak berdiri dari duduknya dan memulai pembicaraan
”Wisnu, kamu jangan menyerah! Disini ada aku. Aku sebagai sahabatmu akan selalu support kamu!(meraih pulpen dari genggaman Wisnu)” Seru Andika. Mereka berdua menggenggam pulpen itu sambil berikrar” Dengan pulpen ini, kita akan berkarya dan membuktikan pada semua orang bahwa karyamu lah yang tebaik!”

******

Wisnu yang sangat bertekad untuk memenangkan Lomba Mengarang pun berlatih keras. Ia selalu berlatih menulis dan selalu menulis. Sebulan kemudian, hari yang dinanti tiba. Pagi-pagi saat titik titik embun masih melekatkan bau basah pada tanaman-tanaman pot di depan sekolah, Andika sudah menunggu Wisnu di depan perpustakaan dengan senyuman di wajahnya. ”Heyy…. Cayo! Selamat berjuang,,, Aku doain biar menang deh !” Jelas Andika sambil mengacungkan kedua ibu jarinya. Tin… Tin …. Suara klakson mobil yang memecah kesunyian pagi, disana Guru Bahasa Indonesia telah menunggu bersiap untuk pergi ke tempat lomba di Ibukota. Andika dan Wisnu berjalan ke depan sekolah, “Daaaggh… Semoga berhasilll !!!” Teriak Andika sambil melambaikan tangannya pada mobil yang telah melaju itu. “Aku harus bisa ! Aku pasti bisa memenangkan Lomba ini !” Gumam Wisnu di dalam mobil. Akhirnya, Wisnu tiba di tempat dimana ia akan berlomba. Ia menarik nafas panjang lalu keluar dari mobil. Kompetisi pun dimulai… Ia menulis dengan sangat serius. Hingga saat pengumuman juara, ternyata Wisnu lah yang menjadi pemenang. Hatinya bersorak tapi ekspresinya biasa-biasa saja. Ia berjalan ke panggung dan menerima sebuah piala dan piagam. Dengan tangan yang bergetar ia memegang hasil jerih payahnya. Lomba telah selesai, dan Wisnu kembali ke sekolah. Dengan bangganya piala itu dimasukkan ke mobil dan akan menuju ke sekolah. Selama perjalanan, Wisnu diberi pujian habis-habisan oleh pembinanya.
Sesampainya ia di sekolah, Wisnu bertemu Andika. Wisnu berkata,”Aku menang…!” Katanya dengan wajah berbinar.
“Wah, selamat ya ! Kamu hebat banget … Aku saluutttt !!!!” Ujar Andika memberi selamat. “Harus dirayakan nih ! Gimana kalo besok sore kita ke pantai, aku traktir kelapa muda … Setuju ?!” Sambungnya merangkul tangannya ke pundak Wisnu. Wisnu mengangguk pelan. Mereka pun pulang sekolah bersama-sama.
Keesokan harinya, mereka menuju ke pantai yang ada di dekat rumah mereka. Sesampainya disana, di pintu masuk sudah terlihat hamparan pasir putih dan jernihnya air laut yang menyejukkan mata. Mereka berjalan sembari menikmati nyiur pantai dan suara deburan ombak diselingi tawa anak-anak yang tengah bermain air. “Tunggu disini ya ! Aku mau beli kelapa muda dulu !!!” Ujar Andika beranjak meninggalkan Wisnu ke warung di pesisir. Tak berapa lama kemudian, Andika datang dengan dua buah kelapa muda yang telah terbuka dengan sedotan dan payung kecil diatasnya. “Ini….” Andika menyerahkan sebuah kelapa muda ke hadapan Wisnu. “Thanks ya ! Kamu yang sudah buat aku kayak begini, mungkin aku orang yang paling beruntung di dunia ini karena punya temen seperti kamu !” Jelas Wisnu kemudian meneguk air kelapa muda yang segar. “Temen ?! Aku ini kan sahabatmu …. “ Protes Andika sambil tersenyum. Wisnu menunduk dengan senyuman penuh arti. Tullilulit….. Tulilulit …. Handphone Andika berbunyi. Ia pun mengangkat telepon itu. Andika yang mengangkat telepon nampak sangat bersedih dan terkejut, seusai menerima telepon dari kakaknya. Air matanya berlinang dan ia berkata pada Wisnu, “Wis, a…ak..aku pergi dulu ya !!” Andika segera bergegas meninggalkan Wisnu. Wisnu berlari menyusul Andika dan menarik lengan bajunya, “Ada apa sih, An ?” Tanya Wisnu was was. “Pa…Papaku sekarat kena serangan jantung ! Sorry banget ya, Wis !” Jawab Andika yang melepas tangan Wisnu dari lengan bajunya. Andika berlari dan meninggalkan Wisnu di pantai. Ia terdiam kemudian berjalan di atas pasir putih yang lembut menuju ke tepi pantai. Ia berjalan merendam kakinya di air laut yang jernih, tampak ganggang laut dan karang-karang yang alami. Tubuhnya terasa seperti di surga, dihempaskan sang Bayu. “Terimakasih Tuhan ! Kau telah mengirimkan seseorang yang baik hati kepada hamba-Mu ini !” Puji Wisnu kepada Tuhan dalam hati. Drtt….Drrrttt…… Handphone jadul yang dulunya milik salah satu Ibu panti bergetar. Ia merogoh saku belakangnya dan mengangkat telepon itu. “Halo !” Percakapan Wisnu dengan seseorang dimulai. Beberapa saat kemudian percakapan diselesaikan, Wisnu menunduk, Air matanya jatuh di ombak yang tenang. Lalu, ia berlari secepat kilat ke jalan raya. Berlari… berlari dan berlari… Sekitar 500 meter kemudian, Ia melihat kerumunan orang di jalan raya hingga menimbulkan kemacetan yang sangat parah. Dengan nafas tersengal-sengal ia berlari dan menerobos kerumunan orang-orang itu. “ANDIKA !!!!!” Ia berteriak dan air matanya kini mengalir semakin deras. Wisnu duduk di samping Andika yang tergeletak dengan bersimbah darah. Sepeda motornya hancur, salah satu saksi mata mengatakan bahwa Andika saat itu ngebut melewati lampu lalu lintas yang sedang merah, ia menabrak seorang pengendara motor lain dan ia terpental membentur pohon waru di tepi jalan. Wisnu yang tidak percaya akan semua kenyataan ini, mengecek denyut nadi di tangan Andika yang dingin. Tapi apa daya, yang dilakukan Wisnu sia sia, nyawa Andika tidak tertolong lagi. Wisnu menangis histeris dibenaknya teringat kenangan-kenangan masa lalu yang pahit dan manis bersama Andika. “Kenapa …? Kenapa …?” Teriak Wisnu histeris. Tiba-tiba pandangan Wisnu buyar, badannya lemas, matanya tidak bisa terbuka. Brrruuukk… Ia jatuh pingsan.
Dalam mimpinya, Wisnu bertemu Andika. Wajah Andika berseri dengan kain putih yang menutupi badannya. “Hay !” Sapa Andika enteng. Wisnu berlari ke arah Andika, lantas berkata, ”Kemana saja kamu?” . Andika tersenyum menolehnya kemudian berkata,”Mau ikut aku ? Kita bisa bersama jika kamu ikut aku sekarang !” .
“Aku ikut…” Sahut Wisnu sembari menggenggam tangan Andika yang dingin, mereka melangkah menuju seberkas cahaya di sebelah timur. Tiba-tiba terdengar suara-suara tangisan yang memanggil-manggil Wisnu. Seketika hati Wisnu ingin mencari sumber suara itu dan melepas genggamannya.
“Kak Wisnuu,,, Banguunnn !!! Banguuunn Kak !!! (menangis sambil memelas)
Andika menolehnya kembali sembari tersenyum, “Kamu jadi ikut aku ?!” Tanpa pilihan lain, Wisnu kembali melangkah mendekati cahaya itu bersama Andika. Raganya seketika melayang, ia terbang bersama Andika, seakan jiwanya kini tak ada di bumi lagi. Ia melihat raganya tergeletak kaku di sebuah ranjang putih dan dikelilingi oleh keluarganya di panti asuhan. Akhirnya, ia terbang melayang meninggalkan raganya dan seluruh keluarga panti asuhan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar